Senin, 25 April 2011

PENGARUH PEMBAKARAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PADANG RUMPUT

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Perhatian masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) akan penyediaan hijauan makanan ternak belum begitu serius dan optimal, baik ditinjau dari aspek kualitas maupun kuantitas hijauan. Usaha perbaikan penyediaan pakan dapat dilakukan masyarakat melalui: perbaikan padang penggembalaan alam, penanaman pohon leguminosa, dan sisa hasil pertanian serta pengembangan tanaman pakan di lahan pertanian.
Potensi padang penggembalaan alam yang ada di NTT masih cukup luas seperti yang terdapat di Timor Barat. Schottler (1989) disitasi Riwu Kaho, (1999) mencatat bahwa luas padang rumput alam di Timor Barat adalah 479.300 Ha. Sedangkan data pada Kantor Statistik NTT (1990) menunjukkan angka 401.605 Ha. Padang rumput alam tersebut merupakan sumber utama hijauan dan kawasan merumput bagi ternak maka diperlukan pengelolaan yang memadai terhadap wilayah tersebut yang tidak hanya dalam  jangka pendek akan tetapi kelanjutannya pada masa yang akan datang perlu diupayakan.
Kelestarian sumber daya savana akhir-akhir ini dirasakan sangat mencemaskan, Riwu Kaho (1996) menyatakan bahwa ada dua faktor pengancam utama terhadap kelestarian sumber daya ini yaitu: penggembalaan berat dan penggunaan api dalam manajemen padang rumput secara tradisional. Penggunaan api dalam manajemen  padang secara tidak terkontrol menurut Setijono (1996) menyebabkan sekitar 50% luas padang savana yang ada terancam menjadi padang marjinal. Keadaan ini diperburuk dengan dijumpainya berbagai jenis gulma, seperti lantana camara, mimosa spp, dan cromolena odorata (Riwu Kaho, 1996). Kedua hal ini tentunya berdampak terhadap menurunnya kemampuan padang rumput tersebut dalam memasok pakan secara kontinyu yang tentunya dapat menyebabkan usaha peternakan tidak berkelanjutan.
Perbaikan pengelolaan padang penggembalaan dengan menggunakan api masih mempunyai pandangan yang berbeda. Ada pemikiran yang tetap menggunakan api, guna merangsang petumbuhan tunas baru spesies tersebut. Dampaknya yaitu dapat mempertahankan dominasi rumput dalam lingkungannya. Sementara itu banyak pula pendapat yang menolak penggunaaan api. Penggunaan api di padang penggembalaan ini diasumsikan dapat menurunkan kekuatan tumbuh sebagai akibat tekanan panas pembakaran yang merusak bagian organ vegetatif tanaman
1.2     Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1)      Mengetahui sasaran dan manfaat  pembakaran padang penggembalaan oleh petani peternak
2)      Mengetahui pengaruh pembakaran terhadap susunanan botani
3)      Mengetahui upaya pengendalian pembakaran padang penggembalaan
1.3 Manfaat
Bagi masyarakat ilmiah dapat menjadi perantara sumbang pikiran bagi petani peternak dalam melakukan pembakaran padang penggembalaan.
                                                              
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Reksohadiprodjo (1994) padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Beberapa macam padang penggembalaan diantaranya padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang sudah ditingkatkan, padang penggembalaan temporer dan padang panggembalaan irigasi. Holmes (1980) mendefenisikan padang rumput alam sebagai salah satu komunitas tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh jenis rumput perennial denagn atau tanpa leguminosa, belukar yang jarang dan atau tanpa pepohonan. Padang rumput alam memiliki peranan penting karena jenis tanaman yang tumbuh didalamnya merupakan  rumput yang tumbuh berumput.

            2.1  Kondisi Padang Rumput Pulau Timor
Beberapa penelitian yang mengamati kondisi padang rumput pulau Timor seperti Ormeling (1957) dan Riwu Kaho (1986) menyatakan bahwa, kehadiran komunitas vegetasi berkembang luas sebagai tanggapan terhadap kondisi klimaks terutama curah hujan. Curah hujan rata-rata tahunan kurang lebih 1.500 mm dengan bulan basahnya 3-4 bulan dan bulan keringnya 8-9 bulan. Hal ini menggambarkan bahwa ketersediaan hijauan di padang rumput yang ada tidak dapat menjamin kebutuhan ternak secara kontinyu setiap tahun.
Selain kondisi klimaks, juga dipengaruhi oleh faktor tanah dan faktor biotic termasuk pembakaran dan penggembalaan, Riwu Kaho (1996) melaporkan bahwa, kesuburan kimia tanah padang rumput di Timor Barat umumnya rendah sampai dengan kadar nitrogen (0,5-0,56%), walaupun acapkali nilai kapasitas tukar kation tanahnya cukup tinggi (62,55-75,74 me/100gr), sedangkan derajat keasaman tanahnya netral sampai agak alkalin (6,8-7,5).
            2.2  Api Sebagai Sarana Pengelolaan
            Api sebenarnya merupakan alat yang ekonomis bagi kaum pasturalis guna menstimulir terbentuknya padang rumput dengan hijauan yang segar dan palatabil,  Person dan Ison (1987), disitasi Riwu Kaho (1999). Selain itu api memiliki fungsi sosiokultural dalam ritual budaya bagi petani/peternak di Timor Barat, Nuningsih (1994). Pembakaran  merupakan cara pengelolaan yang dapat dilakukan di padang rumput, seperti dikemukakan Riwu Kaho (1996) bahwa pembakaran secara terkontrol perlu untuk mempertahankan tetap adanya petumbuhan rumput dan produktivitas dari padang rumput.
            Penentuan saat pembakaran dalam setahun dapat menyebabkan pergeseran susunan botani. Untuk hal ini Ramsay dan Rose - Ines (1963) telah membandingkan saat pembakaran pada awal dan akhir musim kemarau. Mereka mendapatkan bahwa apabila padang penggembalaan dibakar pada musim kemarau sementara masih terdapat daun yang berwarna hijau maka terhambatlah pertumbuhan kembali rumput Andropogon gayanus yang disukai ternak
            Sanchez (1993) mengemukakan bahwa pembakaran yang optimal hendaknya berkaitan dengan penyediaan unsur  hara selama musim hujan. Greenland (1960) dikutip Ewusie (1990) menyatakan apabila padang rumput dibakar di awal musim kemarau, tanahnya akan gundul dalam jangka waktu yang lebih lama dan mungkin terjadi pengikisan sedangkan jika pembakaran di akhir musim kering, tanahnya tidak gundul berkelamaan dan mungkin tidak terjadi pengikisan. Berdasarkan hal ini Ewusie menganjurkan pengelolaan pembakaran dilakukan agak lambat di musim kering.

BABA III
PEMBAHASAN

Padang pengembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat.

            3.1  Pembakaran Liar
Pembakaran liar atau juga kebakaran vegetasi, kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya pertanian. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan mansusia, dan pembakaran.

3.2  Jenis Kebakaran
            Menurut strata kejadian kebakaran maka kebakaran lahan dibedakan atas tiga tipe, yaitu :
1. Kebakaran tajuk (crown fire), yang biasa terjadi di strata atas komunitas vegetasi   berpohon.
2. Kebakaran permukaan (surface fire), yaitu kebakaran yang bergerak cepat di atas permukaan vegetasi di strata herba dipermukaan seperti kebakaran padang rumput.
3. Kebakaran di bawah tanah (ground fire), yang terjadi di bawah permukaan tanah seperti yang terjadi di lahan gambut di mana titik api justru berada di kedalaman lebih dari 2 meter. Pergerakan api pada dua tipe awal relatif lebih mudah ditebak karena mengikuti arah pergerakan angin tetapi kebakaran di bawah permukaan tanah sulit ditebak karena rembetan api akan meluas ke segala arah.

3.3     Pengaruh Pembakaran Terhadap Komunitas Tumbuhan dan Tanah
Alasan utama pembakaran adalah  untuk menghancurkan rumput kering yang sudah tidak dimakan oleh ternak lagi dan memacu tumbuhnya kembali tunas rumput baru.
Alasan penting dilakukannya pembakaran padang penggembalaan :
a)      Menghilangkan tumbuhan yang tidak palatabel dan meningkatkan akses untuk petumbuhan baru
b)      Mengurangi resiko kebakaran liar
c)      Menstimulir pertumbuhan tunas baru
d)     Mengurangi spesies rumput liar
e)      Persiapan untuk over sowing
            Padang rumput yang dibakar diyakini dapat merangsang akar untuk meningkatkan pertumbuhan tunas dan ketinggian tumbuhan yang lebih baik. Pembakaran juga dapat merangsang akar untuk berkembang dengan kapasitas penyerapan unsur hara yang lebih tinggi, juga dapat merangsang tingkat pembungaan sampai 60% dan peningkatan 60%  dalam ketinggiannya. More (1960) juga mengemukakan bahwa hasil pembakaran dapat menyediakan humus yang lebih tinggi  di atas permukaan tanah.
            Pengaruh pembakaran terhadap tanah memiliki beberapa tampilan. Namun secara umum terdapat anggapan bahwa api menyebabkan kondisi yang merana pada tanah padang rumput, hilang kesuburan serta meningkatkan akselarasi. Pembakaran padang rumput di Nigeria dapat meningkatkan kandungan unsur hara sebanyak 17% pada awal musim kemarau dan sebaliknya menurunkan humus 12% pada akhir musim kemarau. Pada pembakaran lapisan permukaan tanah (20 cm) akan terasa jauh lebih panas sehingga mengurangi daya tukar kation, kalsium dan kalium serta persentase kejenuhan basanya naik sebagai akibat kurangnya kandungan humus tanah.
             Akibat pembakaran yang menurunkan kandungan unsur hara ini, juga dapat menurunkan kadar nitrogen dan belerang yang mudah menguap, namun unsur lainnya tetap. Akibat pembakaran unsur hara yang cepat ini, sebagian hara meninggalkan permukaan tanah tersebut melalui gerakan angin atau air tanpa memberi manfaat bagi tanaman. Sebagian mungkin tercuci melewati horison tanah.
            Pembakaran membantu membinasakan serangga dan hama gulma yang menyerang padang rumput serta memberikan fosfor dan basa kepada tanah dalam jumlah yang cukup yang diperoleh dari mineral residu tanaman yang mati. Bahkan dengan pembakaran dapat mempertahankan pertanaman rumput asli daerah tropika seperti andropogon, paspalum, trachypogon, thameda, dan hyparhenia yang telah beradaptasi dengan baik pada proses ini.

3.4     Pengaruh Pembakaran Terhadap Susunan Botani
            Penentuan saat pembakaran dalam setahun dapat menyebabkan pergeseran susunan botani. Apabila dilakukan pembakaran padang rumput pada awal musim kemarau dan masih terdapat daun yang berwarna hijau, maka akan terjadi penghambatan pertumbuhan kembali tanaman yang disukai ternak. Sedangkan pembakaran pada akhir musim kemarau lebih unggul karena ketersediaan bahan kering tidak cukup untuk dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

                                 Gambar : Pembakaran yang Dilakukan pada
                                                   Awal  Musim Kemarau
       
        Pertambahan tinggi herba yang lambat pada daerah yang mengalami pembakaran diduga diakibatkan oleh terganggunya bagian organ vegetatif oleh tekanan panas pembakaran sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memulikan keadaan kembali normal dan rumput akan menampakan tunasnya beberapa hari kemudian, sedangkan rumput pada areal yang tidak terbakar telah mencapai pertumbuhan vegetatif.
     Tinggi rendahnya rumput ini, disebabkan oleh adanya tekanan yang diterima oleh akar berupa panas hasil pembakaran dan panas terik matahari.sehingga meningkatkan kehilangan air tanah. Dan berakibat lanjut kebutuhan air tanah untuk aktivitas organ vegetatif tidak mecukupi, sehingga pertumbuhan tunas baru akan terhambat.
     Jika tanaman berada pada kondisi kekurangan air dan unsur hara, rumput akan membentuk lebih banyak akar yang ditujukan untuk meningkatkan serapan yang menghasilkan laju pertumbuhan yang rendah. Akar tanaman yang tahan terhadap api akan terangsang untuk menyerap persediaan air dan makanan dalam sistem perakarannya, selanjutnya akan memberikan reaksi membentuk tunas baru yang lebih cepat.


                      Gambar : Kondisi Padang Penggembalaan Sebelum
                                       Mengalami Kebakaran

3.5     Pengelolaan Pembakaran Padang Rumput
Beberapa percobaan yang dilakukan CIAT (1972, 1973) pada tanah oxiol di Carimague, Columbia menghasilkan beberapa kenyataan hasil usaha peningkatan produktivitas padang savana dengan rumput dominan adalah Trachypogon vestitus dan Paspalum pectinatum. Dengan peningkatan stocking rate dari 0.18 menjadi 0.31 ternak tiap ha.
Bila penggembalaan rotasi dibandingkan dengan cara tradisional yang terus menerus, pertambahan berat badan menurun dengan cepat (CIAT, 1972). Pada tahun berikutnya, pembakaran tradisional pada permulaan musim kemarau, dibandingkan dengan pembakaran berturut-turut pada ”paddock” berbeda setiap 2 bulan. Pertambahan berat badan ternak di padang penggembalaan yang mengalami pembakaran beturut-turut tiap bulan naik dari 18 kg menjadi 24 kg pada stocking rate 0.2 ternak/ha. Apabila stocking rate dinaikan menjadi 0.35 ternak/ha. Pembakaran tradisional menghasilkan pertambahan berat hidup tiap ha tiap tahun seberat 33 kg sedangkan pembakaran berturut-turut tiap 2 bulan menghasilkan 39 kg. Walaupun hasil produksi padang penggembalaan alam rendah, namun hasilnya dapat ditingkatkan dengan usah-usaha pengelolaan yang serasi.
Peternak menghadirkan api untuk berbagai keperluan. Api digunakan sebagai sarana teknologi pengolahan lahan perladangan, subtitusi tenaga kerja di ladang, menstimulasi pertumbuhan rumput baru yang segar dan palatabel, berburu dan bahkan untuk kesenangan dan konflik. Pengendalian diperlukan ketika api mulai menimbulkan gejala entropi lingkungan. Bentuk pengendalian api seperti prescribed burning (Chandler et al., 1983) dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan guna tujuan pengendalian api.
Pengendalian api melalui prescribed burning dapat berupa :
a)      Penggunaan api disesuaikan dengan tipe konversi lahan
b)      Pembersihan lahan
c)      Waktu pembakaran merupakan hal yang esensial, pembakaran hendaknya disesuiakan dengan tujuan pemeliharaan struktur savana
d)     Penerapan teknik membakar headfiring, backfiring, dan pembakaran berkeliling
e)      Pemantauan kondisi iklim mulai dari tingkat makro sampai tingkat mikro, pemantauan terhadap musim membakar, arah angin, jam membakar, temperatur, kelembaban, radiasi merupakan jabaran dari strategi ini
f)       Disesuiakan dengan manajemen padang penggembalaan
g)      Pengelolaaan bahan bakar sedemikian rupa, sehingga intensitas dan kecepatan merambat dari api tidak membahayakan dan mudah dikontrol

BABA IV
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Alasan utama pembakaran adalah  untuk menghancurkan rumput kering yang sudah tidak dimakan oleh ternak lagi dan memacu tumbuhnya kembali tunas rumput baru,  merangsang akar untuk meningkatkan pertumbuhan tunas dan ketinggian tumbuhan yang lebih baik. Pembakaran juga dapat merangsang akar untuk berkembang dengan kapasitas penyerapan unsur hara yang lebih tinggi, juga dapat merangsang tingkat pembungaan sampai 60% dan peningkatan 60%  dalam ketinggiannya.
2.      Penentuan saat pembakaran dalam setahun dapat menyebabkan pergeseran susunan botani. Apabila dilakukan pembakaran padang rumput pada awal musim kemarau dan masih terdapat daun yang berwarna hijau, maka akan terjadi penghambatan pertumbuhan kembali tanaman yang disukai ternak
3.      Penggunaan api disesuaikan dengan tipe konversi lahan, pembersihan lahan, waktu pembakaran merupakan hal yang esensial, pembakaran hendaknya disesuiakan dengan tujuan pemeliharaan struktur savana, penerapan teknik membakar headfiring, backfiring, dan pembakaran berkeliling, pemantauan kondisi iklim mulai dari tingkat makro sampai tingkat mikro, pemantauan terhadap musim membakar, arah angin, jam membakar, temperatur, kelembaban, radiasi merupakan jabaran dari strategi ini, disesuiakan dengan manajemen padang penggembalaan, pengelolaaan bahan bakar sedemikian rupa, sehingga intensitas dan kecepatan merambat dari api tidak membahayakan dan mudah dikontrol.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar