Pengertian Agribisnis
Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang
meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan
hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam artiluas
(Arsyad et. al, 1985). Yang dimaksud
dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan
usaha yang menunjang kegiatan pertanian baik kegiatan usaha yang ditunjang oleh
kegiatan pertanian.
Sistem
Agribisnis Peternakan
1. Sistem
Sistem
merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentulk suatu totalitas. Contoh: di dalam tubuh ternak terdapat organ-organ
tubuh antara lain hati, jantung, paru-paru, otak dan usus.
2. Agribisnis
Peternakan
Agribisnis
peternakan merupakan semua kegiatan peternakan yang dimulai dari subsistem
penyediaan sarana produksi ternak, proses produksi (budidaya) ternak, penanganan
pasca panen, pengolahan dan subsistem pemasaran.
3. Sistem Agribisnis
Peternakan
Sistem agribisnis
peternakan merupakan keterkaitan yang saling mendukung dan tidak boleh
terpotong antara kegiatan subsistem agribisnis satu dengan yang lainnya, sehingga
membentuk suatu totalitas.
Subsistem Agribisnis Peternakan
Saragih (1998) mengemukakan bahwa
sistem agribisnis terdiri atas empat subsistem, yaitu: (a) subsistem agribisnis
hulu atau downstream agribusiness, (b) subsistem agribisnis usahatani
atau on-farm agribusiness, (c) subsistem agribisnis hilir atau upstream
agribusiness, dan (d) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis atau supporting
institution.
1. Subsistem
Agribisnis Hulu (Downstream
Agribusiness)
Subsistem
agribisnis hulu menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi
ternak yang pada prinsipnya mencakup kegiatan: perenacanaan dan pengelolaan
dari sarana produksi ternak, teknologi, sumber daya, agar penyediaan sarana
produksi ternak memenuhi kriteria-kriteria berikut:
a.
Tepat waktu
b.
Tepat jumlah
c.
Tepat jenis
d.
Tepat mutu
e.
Tepat produk
f.
Terjangkau oleh daya beli
2. Subsistem
Usahatani Ternak (on-farm
agribusiness)
Subsistem usahatani
ternak mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani ternak dalam
rangka meningkatkan produksi utama ternak. Kegiatan-kegiatan subsistem usahatani
ternak, meliputi:
a.
Pemilihan lokasi usaha
tani ternak
b.
Penentuan komoditi
ternak
c.
Teknologi usaha tani
yang di terapkan
d.
Pola usahatani yang
ideal
Pelaksanaan usahatani
ternak hendaknya di tekankan pada usahatani yang intensif dan berkesinambungan,
artinya meningkatkan produktifitas ternak dengan cara intensifikasi dengan
tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Usaha ternak yang dipilih
hendaknya juga usahatani ternak komersial artinya produk utama yang akan dihasilkan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka dan bukan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi konsumsi dalam artian ekonomi tertutup.
3. Subsistem Agribisnis Hilir (Upstream
Agribusiness)
Subsistem agribisnis hilir terdiri
atas dua macam kegiatan, yaitu pengolahan komoditas primer dan pemasaran
komoditas primer atau produk olahan. Kegiatan pengolahan komoditas primer
adalah memproduksi produk olahan baik produk setengah jadi maupun barang jadi
yang siap dikonsumsi konsumen dengan menggunakan bahan baku komoditas primer.
Kegiatan ini sering juga disebut agroindustri.
Contoh kegiatan pengolahan komoditas primer yang menghasilkan produk antara
adalah pabrik pakan, industri pengolahan daging dan susu. Kegiatan pemasaran
berlangsung mulai dari pengumpulan komoditas primer sampai pengeceran kepada
konsumen.
4. Subsistem Jasa Layanan Pendukung
Agribisnis (Supporting Institution)
Subsistem jasa layanan pendukung atau kelembagaan penunjang
agribisnis adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi mendukung dan melayani
serta mengembangkan kegiatan ketiga subsistem agribisnis yang lain.
Subsistem jasa
penununjang agribisnis keberadaannya juga sangat diperlukan bagi pengembangan
usahatani ternak. Misalnya lembaga keuangan, pengembangan institusi sumber daya
manusia, pengembangan organisasi ekonomi petani peternak dan pengembangan
fungsi penelitian.
Hal ini diperlukan
karena keberadaan lembaga-lembaga tersebut untuk melaksanakan fungsi secara
total dan proporsional bagi bagi kepentingan petani peternak untuk menuju
penerapan sistem agribisnis.
Berdasarkan pandangan di atas bahwa agribisnis sebagai suatu
sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem
agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usahatani agar dapat
memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya peternakan.
Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usahatani bergantung
pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir.
Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas
primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani.
Pembangunan Sistem Agribisnis Peternakan
Peternakan modern adalah usaha
peternakan yang memanfaatkan IPTEK secara intensif untuk mencapai
efisiensi usaha yang lebih tinggi. Untuk itu pembangunan peternakan harus dilaksanakan
secara konsisten dengan upaya membangun
sistem dan usaha agribisnis.
Pembangunan sistem agribisnis peternakan merupakan suatu pendekatan yang
melihat pembangunan peternakan sebagai suatu rangkaian subsistem yang saling
terkait dari hulu, budidaya sampai ke hilir serta subsistem penunjang lainnya. Sedangkan
usaha agribisnis merupakan suatu
prasyarat agar aktivitas peternakan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang
optimal kepada para pelakunya.
Pendekatan sistem dan usaha agribinis
peternakan harus menjadi fokus dalam reorientasi pembangunan peternakan ke depan.
Pembangunan peternakan yang hanya tertuju pada subsistem budidaya akan
menghasilkan proses pemiskinan peternak. Fakta yang ada saat ini, peternak
rakyat sebagai tulang punggung pembangunan peternakan umumnya hanya mampu
menguasai subsistem agribisnis budidaya. Padahal nilai tambah yang terbesar
berada pada subsistem agribisnis hulu dan pada subsistem agribisnis hilir.
Kondisi inilah yang menjadikan budidaya ternak menjadi usaha yang kurang
menarik, sehingga melahirkan “bottle neck” yang memperlambat laju pertumbuhan
agribinis peternakan secara keseluruhannya.
Agar peternak memiliki akses ke dalam
setiap sub sistem, maka peternak harus mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap subsistem agribisnis hulu dan
hilir. Penguatan posisi tawar inilah yang merupakan tantangan berat yang harus
kita hadapi dewasa ini mengingat berbagai keterbatasan peternak yang ada baik
dalam hal pendidikan, wawasan dan terutama tradisi yang sudah mendarah daging
di dalam dirinya.
Upaya pembinaan
sulit dilakukan akibat lokasi yang terpencar-pencar. Oleh karena itu kata kunci
untuk meningkatkan posisi tawar peternak sekaligus menghilangkan “bottle neck”
arus pembangunan agribisnis peternakan adalah memberdayakan SDM peternakan terdidik untuk membangun jejaring,
baik antar sub sistem maupun dengan kelembagaan penunjang lainnya.
Menghadapi era perdagangan bebas maka
efisiensi akan menjadi tolok ukur keberlangsungan suatu usaha. Efisiensi akan
dapat dicapai apabila di dalam sistem agribisnis peternakan terbuka peluang
ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternak melalui terciptanya usaha-usaha
mulai dari subsistem hulu hulu sampai hilir. Pada segmen hulu diharapkan dapat
tercipta bisnis pakan, bibit, obat, peralatan mesin serta pengelola permodalan.
Pada segmen budi daya berkembang SDM yang mengelola bisnis penggemukan, kompos,
jasa IB/ET dan jasa pelayanan kesehatan hewan. Pada segmen
hilir tumbuh jasa pengolahan, RPH, uji mutu dan sertifikasi. Demikian pula di
segmen pemasaran tumbuh SDM yang mengelola bisnis distribusi, transportasi, usaha retail dan promosi.
Penerapan teknologi tepat guna akan
menjadi keharusan. Selain itu para peternak juga harus mampu mengorganisir diri
mereka dalam organisasi yang memiliki daya tekan (pressure power). Peternak
tradisional yang masih terus bergelut dengan aktivitas peternakan sambilan
tentu sulit diharapkan untuk mampu menerapkan teknologi yang berdaya saing
internasional sekaligus membangun posisi tawarnya. Oleh karena itu sudah
seharusnya usaha peternakan kedepan lebih terbuka bagi peternak rakyat terdidik yang memiliki bekal ilmu dan wawasan
memadai.
Kesimpulan
1.
Sistem agribisnis peternakan terdiri atas empat subsistem,
yaitu: subsistem agribisnis hulu (downstream agribusiness), subsistem
agribisnis usahatani (on-farm agribusiness), (c) subsistem agribisnis
hilir (upstream agribusiness) dan (d) subsistem jasa layanan pendukung
agribisnis (supporting institution).
2. Pembangunan agribisnis peternakan
dapat dilakukan melalui penerapan teknologi tepat guna, peternak mampu
mengorganisir diri mereka dalam organisasi yang memiliki daya tekan (pressure
power), peternak rakyat terdidik yang memiliki bekal ilmu dan wawasan
memadai.
DAFTAR
PUSTAKA
Beierlein, James G., Kenneth C.
Schneeberger, and Donald D. Osburn. 1986. Principles of Agribusiness
Management. Prentice-Hall, New Jersey.
Downey, W. David and Steven P.
Erickson. 1987. Agribusiness Management, Second Edition. Mc Graw-Hill
Book Company, New York.
Http://Www.Scribd.Com/Doc/62302762/Pengertian-Agribisnis.
Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
Http://Www.Hprory.Com/Pengertian-Agribisnis/.
Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
Http://Www.Abdulsidik.Com/2011/02/Pengertian-Agribisnis-Yang-Banyak.Html.
Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi
Pertanian, Edisi Ketiga. PT Pustaka LP3ES, Jakarta.
Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis:
Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Kumpulan Pemikiran.
Editor Tungkot Sipayung, dkk. Yayasan Mulia Persada, PT Surveyor Indonesia, dan
Pusat Studi Pembangunan LP – IPB, Jakarta.
Soekartawi. 1993. Agribisnis: Teori
dan Aplikasinya, Cetakan Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar