Kamis, 21 Juni 2012

AGRIBISNIS PETERNAKAN


Pengertian Agribisnis


Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam artiluas (Arsyad et. al, 1985). Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian baik kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Sistem Agribisnis Peternakan

1.     Sistem

Sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentulk suatu totalitas. Contoh: di dalam tubuh ternak terdapat organ-organ tubuh antara lain hati, jantung, paru-paru, otak dan usus.

2.    Agribisnis Peternakan

Agribisnis peternakan merupakan semua kegiatan peternakan yang dimulai dari subsistem penyediaan sarana produksi ternak, proses produksi (budidaya) ternak, penanganan pasca panen, pengolahan dan subsistem pemasaran.

3.    Sistem Agribisnis Peternakan

Sistem agribisnis peternakan merupakan keterkaitan yang saling mendukung dan tidak boleh terpotong antara kegiatan subsistem agribisnis satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk suatu totalitas.



Subsistem Agribisnis Peternakan

Saragih (1998) mengemukakan bahwa sistem agribisnis terdiri atas empat subsistem, yaitu: (a) subsistem agribisnis hulu atau downstream agribusiness, (b) subsistem agribisnis usahatani atau on-farm agribusiness, (c) subsistem agribisnis hilir atau upstream agribusiness, dan (d) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis atau supporting institution.
1.    Subsistem Agribisnis Hulu (Downstream Agribusiness)

                  Subsistem agribisnis hulu menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi ternak yang pada prinsipnya mencakup kegiatan: perenacanaan dan pengelolaan dari sarana produksi ternak, teknologi, sumber daya, agar penyediaan sarana produksi ternak memenuhi kriteria-kriteria berikut:
a.         Tepat waktu
b.        Tepat jumlah
c.         Tepat jenis
d.        Tepat mutu
e.         Tepat produk
f.         Terjangkau oleh daya beli

2.    Subsistem Usahatani Ternak (on-farm agribusiness)

Subsistem usahatani ternak mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani ternak dalam rangka meningkatkan produksi utama ternak. Kegiatan-kegiatan subsistem usahatani ternak, meliputi:
a.         Pemilihan lokasi usaha tani ternak
b.        Penentuan komoditi ternak
c.         Teknologi usaha tani yang di terapkan
d.        Pola usahatani yang ideal

Pelaksanaan usahatani ternak hendaknya di tekankan pada usahatani yang intensif dan berkesinambungan, artinya meningkatkan produktifitas ternak dengan cara intensifikasi dengan tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Usaha ternak yang dipilih hendaknya juga usahatani ternak komersial artinya produk utama yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka dan bukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi konsumsi dalam artian ekonomi tertutup.

3.    Subsistem Agribisnis Hilir (Upstream Agribusiness)
Subsistem agribisnis hilir terdiri atas dua macam kegiatan, yaitu pengolahan komoditas primer dan pemasaran komoditas primer atau produk olahan. Kegiatan pengolahan komoditas primer adalah memproduksi produk olahan baik produk setengah jadi maupun barang jadi yang siap dikonsumsi konsumen dengan menggunakan bahan baku komoditas primer. Kegiatan ini sering juga disebut agroindustri. Contoh kegiatan pengolahan komoditas primer yang menghasilkan produk antara adalah pabrik pakan, industri pengolahan daging dan susu. Kegiatan pemasaran berlangsung mulai dari pengumpulan komoditas primer sampai pengeceran kepada konsumen.

4.    Subsistem Jasa Layanan Pendukung Agribisnis (Supporting Institution)

Subsistem jasa layanan pendukung atau kelembagaan penunjang agribisnis adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan ketiga subsistem agribisnis yang lain.
Subsistem jasa penununjang agribisnis keberadaannya juga sangat diperlukan bagi pengembangan usahatani ternak. Misalnya lembaga keuangan, pengembangan institusi sumber daya manusia, pengembangan organisasi ekonomi petani peternak dan pengembangan fungsi penelitian.
Hal ini diperlukan karena keberadaan lembaga-lembaga tersebut untuk melaksanakan fungsi secara total dan proporsional bagi bagi kepentingan petani peternak untuk menuju penerapan sistem agribisnis.

Berdasarkan pandangan di atas bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usahatani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya peternakan. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usahatani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani.

Pembangunan Sistem Agribisnis Peternakan

Peternakan modern adalah usaha peternakan yang memanfaatkan IPTEK secara intensif untuk mencapai efisiensi usaha yang lebih tinggi. Untuk itu pembangunan peternakan harus dilaksanakan secara konsisten dengan upaya membangun sistem dan usaha agribisnis.
Pembangunan sistem agribisnis peternakan merupakan suatu pendekatan yang melihat pembangunan peternakan sebagai suatu rangkaian subsistem yang saling terkait dari hulu, budidaya sampai ke hilir serta subsistem penunjang lainnya. Sedangkan usaha agribisnis merupakan suatu prasyarat agar aktivitas peternakan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang optimal kepada para pelakunya.
Pendekatan sistem dan usaha agribinis peternakan harus menjadi fokus dalam reorientasi pembangunan peternakan ke depan. Pembangunan peternakan yang hanya tertuju pada subsistem budidaya akan menghasilkan proses pemiskinan peternak. Fakta yang ada saat ini, peternak rakyat sebagai tulang punggung pembangunan peternakan umumnya hanya mampu menguasai subsistem agribisnis budidaya. Padahal nilai tambah yang terbesar berada pada subsistem agribisnis hulu dan pada subsistem agribisnis hilir. Kondisi inilah yang menjadikan budidaya ternak menjadi usaha yang kurang menarik, sehingga melahirkan “bottle neck” yang memperlambat laju pertumbuhan agribinis peternakan secara keseluruhannya.
Agar peternak memiliki akses ke dalam setiap sub sistem, maka peternak harus mempunyai posisi tawar yang tinggi terhadap subsistem agribisnis hulu dan hilir. Penguatan posisi tawar inilah yang merupakan tantangan berat yang harus kita hadapi dewasa ini mengingat berbagai keterbatasan peternak yang ada baik dalam hal pendidikan, wawasan dan terutama tradisi yang sudah mendarah daging di dalam dirinya. Upaya pembinaan sulit dilakukan akibat lokasi yang terpencar-pencar. Oleh karena itu kata kunci untuk meningkatkan posisi tawar peternak sekaligus menghilangkan “bottle neck” arus pembangunan agribisnis peternakan adalah memberdayakan SDM peternakan terdidik untuk membangun jejaring, baik antar sub sistem maupun dengan kelembagaan penunjang lainnya.
Menghadapi era perdagangan bebas maka efisiensi akan menjadi tolok ukur keberlangsungan suatu usaha. Efisiensi akan dapat dicapai apabila di dalam sistem agribisnis peternakan terbuka peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternak melalui terciptanya usaha-usaha mulai dari subsistem hulu hulu sampai hilir. Pada segmen hulu diharapkan dapat tercipta bisnis pakan, bibit, obat, peralatan mesin serta pengelola permodalan. Pada segmen budi daya berkembang SDM yang mengelola bisnis penggemukan, kompos, jasa IB/ET dan jasa pelayanan kesehatan hewan. Pada segmen hilir tumbuh jasa pengolahan, RPH, uji mutu dan sertifikasi. Demikian pula di segmen pemasaran tumbuh SDM yang mengelola bisnis distribusi, transportasi, usaha retail dan promosi.
Penerapan teknologi tepat guna akan menjadi keharusan. Selain itu para peternak juga harus mampu mengorganisir diri mereka dalam organisasi yang memiliki daya tekan (pressure power). Peternak tradisional yang masih terus bergelut dengan aktivitas peternakan sambilan tentu sulit diharapkan untuk mampu menerapkan teknologi yang berdaya saing internasional sekaligus membangun posisi tawarnya. Oleh karena itu sudah seharusnya usaha peternakan kedepan lebih terbuka bagi peternak rakyat terdidik yang memiliki bekal ilmu dan wawasan memadai.



 Kesimpulan


1.       Sistem agribisnis peternakan terdiri atas empat subsistem, yaitu: subsistem agribisnis hulu (downstream agribusiness), subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness), (c) subsistem agribisnis hilir (upstream agribusiness) dan (d) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (supporting institution).
2.      Pembangunan agribisnis peternakan dapat dilakukan melalui penerapan teknologi tepat guna, peternak mampu mengorganisir diri mereka dalam organisasi yang memiliki daya tekan (pressure power), peternak rakyat terdidik yang memiliki bekal ilmu dan wawasan memadai.




DAFTAR PUSTAKA


Beierlein, James G., Kenneth C. Schneeberger, and Donald D. Osburn. 1986. Principles of Agribusiness Management. Prentice-Hall, New Jersey.

Downey, W. David and Steven P. Erickson. 1987. Agribusiness Management, Second Edition. Mc Graw-Hill Book Company, New York.


Http://Www.Hprory.Com/Pengertian-Agribisnis/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2012

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian, Edisi Ketiga. PT Pustaka LP3ES, Jakarta.

Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Kumpulan Pemikiran. Editor Tungkot Sipayung, dkk. Yayasan Mulia Persada, PT Surveyor Indonesia, dan Pusat Studi Pembangunan LP – IPB, Jakarta.

Soekartawi. 1993. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya, Cetakan Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar